
SOE-Interpolbhayangkara.com – Bencana longsor di Desa Kuatae, Kecamatan Kota SoE, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), terus menimbulkan kekhawatiran dan mengharuskan ratusan warga mengungsi. Pemerintah Daerah (Pemda) TTS telah mengevakuasi korban ke GOR Nekmese SoE, sementara sebagian warga memilih mengungsi ke rumah keluarga terdekat.
Peristiwa ini mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Lakalena atau yang akrab disapa Melki Laka Lena, mengonfirmasi bahwa dirinya telah menerima laporan langsung dari Bupati TTS terkait bencana ini.
“Pak Bupati sudah melaporkan soal ini, dan Pemda TTS sedang berkoordinasi untuk memberikan bantuan kepada para korban,” ujar Melki Laka Lena saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp oleh Media.
Gubernur menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT juga turut memberikan bantuan guna meringankan beban para warga terdampak.
Bencana ini bermula sejak Desember 2022, ketika warga mulai menyadari adanya retakan di tanah. Kemudian, pada 12 Maret 2024, curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah di batas Kota SoE dan Kelurahan SoE, tepatnya di belakang BRI SoE, mulai bergerak sejauh 300 meter hingga mencapai permukiman warga.
Dampak longsor pertama kali dirasakan oleh 10 kepala keluarga. Namun, pada 14 Maret, longsor kembali terjadi dan meluas hingga berdampak pada RT 01, sebagian RT 02, seluruh RT 03 dan RT 04, serta sebagian RT 12 dan RT 13. Hingga saat ini, jumlah warga terdampak mencapai 83 kepala keluarga, dengan 100 kepala keluarga terpaksa mengungsi akibat akses jalan yang tertutup total.
Kepala Desa Kuatae, Parco P. Salem, mengungkapkan bahwa longsor ini juga menyebabkan kerusakan berbagai fasilitas umum, termasuk kantor desa, aula, jaringan perpipaan air bersih, serta tiang dan kabel listrik. Selain itu, retakan tanah terus meluas ke lahan-lahan milik warga.
Menurut Kepala Desa, salah satu penyebab utama bencana ini adalah sistem drainase yang buruk di Kampung Sabu, khususnya di sekitar lingkungan SMA PGRI SoE.
“Masalah ini sudah berulang kali dibahas dalam Musrenbang setiap tahun, tetapi pemerintah tidak menindaklanjutinya dengan baik. Baru setelah kejadian ini, mereka mulai membangun saluran air di bagian atas. Namun, kondisi air sudah mengalir di bawah tanah, sehingga dampaknya