
Toineke-INTERPOLBHAYANGKARA.COM-Proyek peningkatan jalan sirtu di Dusun II, Desa Toineke, Kecamatan Kualin, Kabupaten TTS, yang menelan anggaran Rp 328.829.350 dari Dana Desa (DD) tahun 2024, terindikasi kuat sebagai sarang penyelewengan dan korupsi. Investigasi lapangan pada 22 Februari 2025 Oleh media mengungkap sejumlah temuan mengejutkan yang mengindikasikan praktik-praktik tidak terpuji dalam pengelolaan proyek sepanjang 1.250 meter ini.
Temuan paling mencolok adalah kelebihan ratusan zak semen yang disimpan di rumah salah satu anggota Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Sebagian telah dijual kepada warga dengan harga Rp 45.000 per zak, jauh di bawah harga dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebesar Rp 65.000. Yunus Koy, warga setempat, mengaku telah membeli 25 zak dengan sistem pembayaran di muka, namun semen belum diterimanya. Ia memperkirakan kelebihan semen mencapai 280 zak. Praktik ini menunjukkan indikasi penggelapan aset negara yang patut diusut tuntas.
Kualitas pekerjaan fisik jauh dari standar yang ditetapkan. Hamparan sirtu tidak merata, bahkan terdapat retakan pada tembok penahan deuker. Pekerjaan tembok penahan tanah (TPT) sepanjang 2.200 meter (anggaran Rp 159.494.300) dikerjakan secara asal-asalan, melanggar spesifikasi teknis perencanaan. Fondasi TPT dibangun tanpa galian dasar, ketinggian tidak sesuai RAB, dan campuran semen hanya diletakkan di permukaan tanah. Penggunaan pasir laut sebagai pengganti pasir kali yang tertera dalam RAB semakin memperparah situasi. Yunus Koy juga menuding adanya dua versi RAB, satu untuk pertanggungjawaban internal dan satu lagi untuk laporan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD).
Praktik eksploitasi tenaga kerja juga terungkap. Upah Hari Orang Kerja (HOK) untuk hamparan sirtu, yang seharusnya diterima masyarakat, justru dialihkan ke kontraktor. Meskipun anggaran HOK sebesar Rp 20.962.000 dicairkan, pekerjaan justru dilakukan oleh alat berat, sementara masyarakat hanya difoto seolah-olah terlibat dalam proses pengerjaan. Carles Saepito, Daud Kase, dan Joel Boimau, pekerja proyek, mengaku hanya dibayar Rp 18.000 per meter persegi, bahkan pekerjaan tambahan seperti menutup lubang pun baru dibayarkan belakangan. Mereka juga menyatakan tidak pernah melihat RAB dan hanya mengikuti arahan TPK.
Kepala Desa Toineke, Noh A’Oetpah, mengakui adanya kelebihan semen, tetapi mengaku tidak mengetahui jumlah pastinya dan mengklaim kelebihan material akan dialihkan untuk proyek lain. Ia juga mengaku tidak mengetahui adanya penjualan semen tersebut. Sikap pasif ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pengawasan dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin desa
Proyek peningkatan jalan sirtu di Desa Toineke sarat dengan indikasi korupsi dan penyelewengan dana desa. Kelebihan semen, kualitas pekerjaan yang buruk, eksploitasi tenaga kerja, dan dugaan adanya dua versi RAB, menunjukkan adanya kecurangan sistematis yang merugikan negara dan masyarakat. Aparat penegak hukum dan Inspektorat TTS perlu melakukan audit investigatif menyeluruh untuk mengungkap kasus ini dan menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab. Ketidaksesuaian antara anggaran yang besar dengan hasil pekerjaan yang minim kualitas juga menjadi sorotan serius. Proyek ini mengancam ketahanan infrastruktur desa dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap transparansi pengelolaan dana desa.