Soe, NTT – Gagal posting Dana Desa (DD) tahun 2024 di Desa Oenino, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur, diduga kuat disebabkan oleh kurangnya kontrol dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten TTS. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa Oenino, Yedid Th. Nenobais, pada Senin (16/12/2024).
Yedid menyatakan bahwa dirinya telah melaporkan masalah ini kepada Penjabat Bupati TTS dan Dinas PMD TTS melalui surat resmi dan konsultasi langsung, namun tidak mendapat tanggapan. “Tidak ada tindakan mediasi antara saya selaku Kepala Desa dengan BPD, terkait kendala yang saya alami di desa. Hal ini mengakibatkan terlambat posting dan mengakibatkan gagal salur dana desa 2024,” ujar Yedid.
Ia menjelaskan bahwa kendala utama adalah penolakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menandatangani laporan DD. “Dokumen-dokumen yang dibutuhkan tidak ditandatangani oleh BPD, bahkan musyawarah yang ada di desa ditunda hingga 7 kali,” ungkap Yedid.
Yedid juga mempertanyakan proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh tim terpadu yang dibentuk Pj. Bupati. Ia menilai bahwa BAP seharusnya melibatkan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan desa, bukan hanya kepala desa.
“Kalau memang kesalahan itu ada di desa sendiri, mengapa di BAP itu hanya oleh tim terpadu yang dibentuk Pj. Bupati?” tanya Yedid.
Ia juga menyayangkan kurangnya tindakan dari pemerintah daerah dalam mengatasi masalah ini. “Sangat disayangkan juga ketika batas posting itu sudah berlalu mengapa kami tidak diberikan sanksi administrasi pada saat itu. Tetapi harus beri sanksi administrasi setelah Pilkada,” tambah Yedid.
Yedid juga mengkritik pencopotan dirinya sebagai Kepala Desa karena dianggap tidak menyelesaikan kewajibannya. Ia merasa bahwa dirinya tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah karena tidak adanya komunikasi dan mediasi yang efektif dari pihak Dinas PMD dan Kecamatan.
Ketua Forum Komunikasi Antar Desa (FORKADES) TTS, Edu Tualaka, juga menyoroti kurangnya peran aktif Dinas PMD dan Kecamatan dalam masalah ini.
“Tim Asistensi Kabupaten perlu dievaluasi, mengapa demikian karena tim Asistensi itu wajib turun ke Kecamatan bukannya duduk manis di Kota Kabupaten,” tegasnya.
Edu juga mempertanyakan peran Kecamatan dalam membimbing dan mengawasi desa. Ia menduga bahwa pihak Kecamatan memiliki rencana untuk menjadi Penjabat Kepala Desa (Pjs) di sejumlah desa, sehingga mereka menggagalkan proses posting laporan desa.
“Pihak Kecamatan gagal memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa. Mengapa itu terjadi karena pihak Kecamatan diduga kuat sudah memiliki perencanaan untuk bisa menjadi Pjs di Desa itu sehingga menggagalkan, oleh karena itu Tim Asistensi harus turun ke Kecamatan untuk melihat lebih dekat aktivitas Kecamatan dalam mengawal Desa,” tegas Ketua Forkades.
Edu juga mempertanyakan efektifitas Penjabat Kepala Desa (Pjs) dalam menyelesaikan masalah di desa. Ia menilai bahwa Pjs bukanlah solusi dan justru bisa membawa malapetaka di desa.
“Contohnya Desa Nenotes, Pjs ada tetapi tetap gagal salur namun tidak diberhentikan Pjs itu, ada apa sebenarnya dibalik itu. Hanya dengan alasan dengan dia PNS. Bicara soal gagal salur itu bukan bicara soal PNS tetapi bicara dengan jabatan Kepala Desa jadi harus berhenti,”.
Edu juga menegaskan bahwa pemberhentian Kepala Desa harus berdasarkan aturan yang jelas, seperti meninggal dunia, mengundurkan diri, atau dalam proses hukum.
“Syarat pemberhentian Kades itu, pertama meninggal dunia. Kedua, mengundurkan diri. Ketiga, dalam proses hukum tetap. Bukan memberhentikan non prosedural,” tegas Edu.
Wartawan telah berusaha mengkonfirmasi Kepala Dinas PMD TTS Drs. Christian M. Tlonaen dan Pj. Bupati TTS pada hari Selasa (17/12) dan Senin (16/12) namun tidak berhasil mendapatkan konfirmasi.
Kasus gagal salur dana desa ini menjadi sorotan publik. Masyarakat TTS mempertanyakan keadilan dalam pencopotan