April 15, 2025

SOE, INTERPOLBHYANGKARA.COM – Evaluasi Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Tahun Anggaran 2024 mengungkap sederet persoalan serius terkait proyek pembangunan yang dinilai tidak berdampak signifikan bagi masyarakat serta buruknya tata kelola data dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Ketua Pansus, Jean E.M. Neonufa, SE, saat di temui media selasa 15 april 2025, menegaskan bahwa hasil uji petik di lapangan memperlihatkan realita yang memprihatinkan. Salah satu temuan utama adalah proyek Water Treatment Plant (WTP) di 26 Puskesmas yang secara fisik tersedia, namun nyaris seluruhnya tidak berfungsi dan terbengkalai.

“Proyek WTP yang merupakan program pusat dan tersebar di 26 puskesmas memang tepat secara lokasi, namun secara fungsional nyaris nihil. Banyak unit yang sudah ditutupi semak belukar, tidak terurus, dan tidak dimanfaatkan hampir setahun. Ini adalah bentuk nyata dari perencanaan yang gagal dan pemborosan anggaran publik,” ujar Jean dengan nada tegas.

Lebih lanjut, Jean juga mengungkap temuan atas proyek air bersih di Desa Tumu yang menyedot anggaran lebih dari Rp500 juta, namun hingga kini belum menghasilkan air setetes pun karena mesin belum dipasang dan belum digunakan masyarakat.

“Bayangkan, setengah miliar rupiah digelontorkan, tapi air tak mengalir, dan mesin hanya menjadi pajangan. Ini bukan hanya soal ketidakefisienan, tapi juga bentuk kelalaian yang tidak bisa ditoleransi,” kritik Jean.

Pansus juga menghadapi kesulitan serius akibat ketidaksiapan dan ketidaklengkapan data dari OPD. Menurut Jean, minimnya data valid sangat menghambat proses pengawasan dan memperlihatkan lemahnya koordinasi internal pemerintah daerah.

“Banyak data belum diserahkan hingga hari ini. Bahkan, terjadi ketidaksesuaian antara nama dalam SK Bupati dengan realita di lapangan. Ini menunjukkan manajemen birokrasi yang kacau dan tidak profesional,” tegasnya.

Pansus DPRD TTS, kata Jean, tidak akan tinggal diam. Seluruh hasil evaluasi, catatan kritis, dan rekomendasi akan disampaikan tidak hanya kepada Pemerintah Daerah, tetapi juga ke Kejaksaan Negeri Soe, Polres TTS, serta pemerintah provinsi dan pusat.

“Pansus tidak boleh lagi menjadi instrumen formalitas tanpa hasil. Kami ingin memastikan bahwa temuan ini membawa perubahan nyata, bukan sekadar laporan yang mati di atas meja,” tandas Jean.

Sekretaris Pansus, Marthen Natonis, M.Si, menambahkan bahwa dari sektor kesehatan, ditemukan banyak Puskesmas Pembantu (Pustu) yang telah dibangun namun tidak difungsikan. Ia juga menyoroti kendala teknis seperti kapasitas listrik yang tidak mencukupi untuk mengoperasikan WTP.

“WTP seharusnya menjadi solusi air bersih bagi pasien dan keluarga, tapi justru menjadi beban karena tidak bisa difungsikan. Ini mencerminkan lemahnya perencanaan teknis sejak awal,” jelas Marthen.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus, Yerim Yos Fallo, secara khusus menyoroti mandeknya tindak lanjut atas berbagai rekomendasi Pansus dari tahun-tahun sebelumnya.

“Ada warga yang membongkar rumah berdasarkan SK Bupati dalam program rumah layak huni, tapi hingga kini belum ada pembangunan lanjutan. Rekomendasi Pansus tak boleh menjadi dokumen yang sekadar diklip dan dilupakan,” tegas Yerim.

Dengan rentetan temuan tersebut, Pansus menegaskan perlunya reformasi serius dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan daerah. Setiap rupiah dari anggaran publik harus dipastikan memberi manfaat langsung bagi masyarakat, bukan menjadi simbol kegagalan birokrasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *