Januari 5, 2025

Timor Tengah Selatan, 03 Januari 2025 – Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) kembali dilanda duka. Bukan bencana alam, melainkan data yang menunjukkan peningkatan angka stunting. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) periode Desember 2024 mencatat lonjakan jumlah anak stunting di TTS dari 13.441 anak pada Agustus-September 2024 menjadi 13.488 anak. Kenaikan ini memicu gelombang kritik dan kecaman pedas dari berbagai pihak, yang menilai Pemda TTS gagal menjalankan mandatnya dalam menekan angka stunting.

Wakil Ketua DPRD TTS, Arsianus Nenobahan, dalam pernyataan tegasnya di media massa, menuding Pemda TTS gagal dalam menangani stunting. Ia menyebut peningkatan angka stunting sebagai “fenomena gunung es” yang menunjukkan bahwa strategi yang diterapkan tidak efektif. “Kami akan segera mengevaluasi kinerja pemerintah daerah melalui sidang paripurna. Persoalan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, dan semua pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi konkret,” tegasnya.

Senada dengan Nenobahan, Ketua Komisi IV DPRD TTS, Relygius L. Usfunan, SH, juga melontarkan kritik keras terhadap pengelolaan anggaran penanganan stunting. Menurutnya, dana besar yang digelontorkan dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Desa, hingga dana CSR, justru tidak mampu menekan angka stunting. “Penanganan stunting masih bersifat parsial, fokus pada anak-anak yang sudah tercatat stunting, sementara pencegahan sejak dini bagi ibu hamil, terutama terkait asupan gizi, justru diabaikan,” ujarnya.

Usfunan juga menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor. “Penanganan stunting bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun tanggung jawab bersama. Keluarga, masyarakat, dan berbagai stakeholder harus terlibat aktif,” tegasnya.

Kritik pedas juga datang dari Ketua Forum Pemerintah Pembangunan dan Demokrasi Timor, Dony Tanoen. Ia menilai Pemda TTS telah gagal menjalankan program yang menjadi prioritas nasional. “Kami meminta Aparat Penegak Hukum untuk menyelidiki persoalan ini. Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT harus mengaudit capaian kinerja, bukan hanya penggunaan dana,” tegas Dony.

Menanggapi kritik yang membanjiri, Penjabat Bupati TTS, Seperius Edison Sipa, hanya mampu mengklaim bahwa Pemda TTS telah bekerja maksimal. “Kami sudah berusaha keras, tetapi faktanya angka stunting tetap meningkat. Oleh karena itu, kami meminta semua pihak ikut berperan aktif,” jelasnya saat dihubungi via telepon.

Namun, klaim ini tidak mampu meredam kekecewaan masyarakat yang melihat angka stunting terus meroket.  Dana besar yang tidak dikelola dengan baik, kurangnya fokus pada pencegahan dini, serta lemahnya koordinasi lintas sektor menjadi faktor utama kegagalan ini.

Lonjakan angka stunting di TTS menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat. DPRD, masyarakat, dan berbagai elemen mendesak adanya evaluasi mendalam, pengawasan ketat, dan perbaikan strategi agar masalah ini tidak semakin memburuk. Kolaborasi semua pihak sangat diperlukan untuk menjamin generasi TTS bebas dari ancaman stunting.

Pertanyaan besar kini tertuju pada Pemda TTS. Akankah mereka mengambil langkah konkrit dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah ini? Atau hanya akan terjebak dalam lipatan janji dan klaim kosong?  Masa depan anak-anak TTS dan harapan untuk generasi yang sehat dan cerdas bergantung pada jawaban atas pertanyaan ini.

liputan:Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *